(Afghan Syahreza, Kembali)
Musim gugur katanya, tapi panasnya benar-benar
membakar tak ubahnya musim panas. Kerudung Mira sampai basah. Siang ini dia punya
janji dengan seorang teman yang dikenal di sebuah grub jual beli mahasiswa
kampusnya di Facebook. Tak ada cermin di kamarnya, dan kenalan tersebut menawarkan cermin
dengan harga yang lumayan. Turun dari bus Mira bergegas berjalan kaki menuju
rumah si kenalan yang tidak begitu jauh dari tempat pemberhentian bus.
Setibanya di sana si pemilik rumah tak di tempat. Dia telah menguhubungi dan
mengatakan pacarnya yang akan menyambut Mira. Sekitar sepuluh menit menunggu, si
pacar datang dan menyerahkan Mira cermin tersebut. Lantas dia bertanya
bagaimana Mira membawa pulang cermin yang lumayan besar tersebut. Jalan kaki,
jawabnya. Toh tempatnya tidak begitu jauh. Si pacar pemilik cermin pun menawarkan diri mengantarkan Mira ke rumah, katanya sih
sekalian jalan. Orang yang baik. Di sepanjang jalan mereka berbincang ringan, dia
pun menjelaskan alasan pacarnya menjual semua barang. Pasangan ini akan pindah ke
Hongkong, tempat asal si wanita karena
sekolahnya disini telah selesai.
Ya.. sekolah selesai maka semua orang akan
kembali ke tempat asal mereka. Sekolah selesai dan pulang adalah cita-cita
semua mahasiswa internasional disini tentunya. Namun, sekali ini dalam hatinya Mira berandai untuk seseorang yang belakangan terus hadir di pikirnya. Lantas ia berharab. Seandainya sekolah tak
selesai. Seandainya nasib berpihak pada Mira dan sekolah tersendat satu semester
saja untuk pria itu. Jahat. Iya untuk dia. Satu semester lagi saja. Karena Mira rindu saat
itu. Saat kebetulan-kebetulan kecil yang
justru membuat nya tersenyum tanpa sebab. Berharap dalam cemas.
Sesampainya
di depan rumah,.. garasi itu seolah menyimpan cerita yang hany Mira saja yang mengerti. Jelas saja, ini hanya kisah Mira sendiri saja.
Kecerobohan-kecerobohan kecil Mira yang sering kali
konyol. Namun, tak jarang memalukan.
Siapa sangka salam sederhana dan sapaan
sederhana. Terkadang hanya senyum saja.. Saat dimana mencuci dan menjemur bisa dilakukan
tiga kali seminggu. Apa dia tau itu?
"Oh…Jacarandas.
I miss you.. and If I could turn back
time.. I would ask him more.. talk more..", pikirnya.
Yang Mira lakukan justru menghindar. Mira terlalu
malu. Terlalu malu tuk sekadar bertanya. Bahkan memulai bicara.

Pertemuan terakhir itu.. di swalayan.. di saat
troli mereka hampir bertabrakan.. tiga kali. Apa yang Mira lakukan? Merunduk, mundur
dan memilih sembunyi di lorong makanan anjing. Toh dia tak mungkin kesini.
Jacaranda..
Seiring musim berganti, bunga-bunga itu gugur.. Mira pun pulang, ke tempat asalnya, rumah memanggil.. Tanpa pernah
tau saat itulah terakhir kali beradu pandang, tak sengaja..
Mungkin
nasib tak pernah berpihak padaku, pikirnya.
Si biru
telah dijualnya. Kini tak ada kekhawatiran lagi, saat Mira harus menjemur di luar.
Kalau-kalau pria itu tiba-tiba saja keluar. "Aku harus apa? Bicara apa?"
Musim telah
berganti lagi kini. Semester ini pun berganti lagi. Tempat demi tempat baru
telah
disinggahinya lagi. Musim dingin kini tiba, musim pertama saat Mira dan si
biru berjumpa.

Mira pun berbalik.. waktunyapun akan segera tiba, tuk segera pulang.. Tepat saat ia berbalik menghindari silau mentari sore
musim semi.. Disana.. berjalan mengarah padanya.. Tak akan ia lupa senyum itu. Terpaku dalam tegaknya. "Dia disini. Di hadapanku", batin Mira…
“Assalamualaikum,.. awak. Awak apa
kabar?”,
Pria itu memulai lagi cerita yang sempat putus oleh jarak dan waktu.
Fin