Rabu, 09 Maret 2016

Habi cepat sembuh

Habi sewaktu masih beberapa bulan
Namanya Ahmad Darhabi. Dia salah satu dari 13 keponakan saya. Kami biasa memanggilnya Habi. Jujur, dia salah satu keponakan favorit saya. Kadang agak aneh kalau saya bicara dengan dia di telpon. Pernah teman saya menyangka saya punya pacar di tanah air, karena saya panggil.. "Hubby.. hubby.. hubby sayang.." hahahah. Padahal dia anak 7 tahun yang baru sekolah di kelas 1 MIN.

Habi kecil yang lucu
Habi suka sekali dengan warna hijau, karena dia Fans berat Hulk. Semua yang hijau selalu dikaitkan dengan Hulk. Dia suka sayuran hijau juga karena Hulk berwarna hijau. Saat menulis ini barulah saya memprediksi apa kira-kira penyebabnya suka pada tokoh Marvell Hulk itu. Setiap salah satu dari kami keluar kota, maka yang dipesan tak jauh-jauh dari HUlk. Saya pribadi setiap melihat Hulk selalu teringat Habi. Setiap saya punya kesempatan jalan ke kota baru dan melihat apapun yang berbau hijau atau HUlk, saya akan menyempatkan diri memotretnya dan mengirimkannya ke Habi.

Habi anak ke tiga dari tiga bersaudara. Dia punya dua abang. Salah satu abangnya berjarak sangat jauh dengannya, dia kuliah semester 4 sekarang, sementara abangnya yang satu lagi pergi ke sekolah yang sama, kelas 3.

Habi yang berumur setahun yang demam
Dibandingkan dengan abangnya yang kelas 3, Habi sangatlah berbeda. Dia anak yang tidak banyak bicara. Tidak begitu pintar berekspresi. Dia cenderung lembut. Dia adalah pribadi yang sangat suka mengalah. Dan dia sangat senang dimanja oleh siapapun dan kesedihannya bisa memuncak tanpa ia sadari kalau kita tak sengaja mengacuhkannya.

Selain dengan ibunya, dia dekat dengan Bunda-nya, yaitu Kakak kandung ibunya. Bunda tidak punya anak lelaki. Jadi bunda sangat sering memberi perhatian lebih kepada Habi seperti mengajak jalan ke pusat bermain di kota. Membawa Habi jalan dan membelikan Habi barang-barang tertentu. Beberapa bulan yang lalu, Bunda datang ke rumah dan asik berbincang dengan Neknyak, nenek Habi. Sementara Habi duduk disana. Bunda sadar Habi disana tapi hanya menyapa sekenanya. tidak seperti biasanya. Karena perbincangan dengan neknyak sedikit serius. Habi tiba-tiba berlari ke rumahnya yang berada tepat di sebelah rumah neknyak. Habi menangis sambil memegang dadanya. Hal yang membuat saya sampai saat ini masih belum bisa percaya, kalau anak sekecil itu punya perasaan sehalus dan sesensitif Habi. Bunda merasa bersalah dan menebus kesalahannya dengan mengajak Habi jalan sore itu.

Dengan abangnya yang kelas 3 MIN, hubungan Habi layaknya hubungan saudara laki-laki lainnya. Ada kalanya mereka berkelahi, namun mereka saling mendukung dan menyayangi satu sama lain dengan cara yang kadang orang dewasa sulit jelaskan.
Habi dan abngnya hendak pergi mengaji

Saat abangya dibelikan tas baru, ia menagih ibunya untuk dibelikan tas baru juga untuk Habi. Habi pun demikian, saat ibunya membelikannya kotak pensil baru, ia merengek minta dibelikan yang sama untuk abangnya. Pernah suatu hari ada tamu dari luar daerah datang ke rumah kami. Habi dan abangnya diberikan salam tempel dengan jumlah uang yang tidak sedikit. Abangnya langsung ke pasar yang letaknya sangat dekat dengan rumah kami dan membeli sandal untuknya. Setiba di rumah, dia ditegur oleh Neknyak, bahwa sandal Habi pun sudah lusuh. Abngnya langsung menuju pasar lagi dan membelikan sepasang untuk Habi.

Habi dan hasil karya abangnya
Beberapa hari yang lalu, Habi pulang dan sulit bernapas. Dia pun dilarikan ke rumah sakit. Dia mengatakan pada ibunya kalau teman sekelasnya kerap memukulnya di kelas. Dan hari itu pukulan yang didapat Habi lumayan keras di hidung dan dada. Habi sulit bernapas dan segera dilarikan ke rumah sakit. Ibu Habi langsung menelpon wali kelasnya.

Sudah hari ketiga dan malam kedua, sekolah seperti tak punya itikad baik menanggapi masalah ini. Saudara-saudara saya ada yang menyarankan melapor ke polisi atau Komisi Perlindungan Anak. Saya? Saya dan kakak saya adalah guru SD. Kami tahu betul seperti apa Sekolah dasar dan lingkungannya. Lagi pun ini masalah anak dengan anak. Saya menyarankan kakak datang langsung ke sekolah dan melapor ke kepala sekolah. Kakak saya pun pergi keesokan harinya. Dan benar dugaan saya, kepala sekolah tidak tahu, dan selidik punya selidik sepertinya wali kelas takut akan sesuatu dan sedang mempertimbangkan sesuatu sebelum melapor ke kepala sekolah. Entahlah apa itu.

Habi setahun yang lalu
Sekolah selesai. Balik ke rumah sakit, keesokan harinya wali kelas, wakil kepala sekolah, si anak yang memukul Habi dan orang tuanya datang berkunjung. Saya tak disana, kakak saya lah yang menceritakan bagaimana reaksi anak yang sebut saja namanya Budi. Budi langsung menghambur ke Habi yang terbaring di dipan rumah sakit, memeluk Habi dan mencubit-cubit pipi Habi gemas. tampaknya dia sama sekali tak mengerti kenapa Habi disana.

"Habi kenapa disini? Habi kok gak sekolah.. Sekolah lah.. Budi rindu.. Budi gak ada kawan lain selain Habi, Habi tau kan". Kakak saya tadinya ingin bicara tegas pada ibu Budi, namun pemandangan di hadapannya malah membuatnya menahan tangis. Sementara kakak bicara serius dengan guru-guru dan orang tua Budi, kedua anak tersebuk sibuk bersenda gurau layaknya teman yang telah lama tak berjumpa.

Ayolah.. mereka cuma kanak-kanak.. Mereka kertas putih. Mereka mesti diberi tahu konsekuensi memukul, dipukul. Mereka harus diawasi tontonannya. Di cek buku pelajarannya. Dijaga perkataannya. Diarahlan perilakunya. Bukanlah itu tugas kita semua. Saat berinterksi dengan sesama orang dewasa pun, kita harus mempertimbangkan nya kalau itu terjadi di depan anak-anak. Anak siapapun itu.

"Itulah kamu pukul aku terus.. makanya aku di rumah sakit ni", kata Habi sambil tersenyum. Tampaknya Budi masih belum mengerti. Kakak saya menerangkan pada Budi kalau yang terus dia lakukan adalah salah dan membahayakan. Lagipun, guru di kelas juga punya andil besar. Selidik punya selidik terlalu banyak murid di kelas itu. Entahlah..

Kakak saya memaafkan, itu hak nya. Saat orang-orang memintanya melaporkan ke sana sini, dia memilih mengikhlaskan ini semua. Bisa saja pikir saya, tapi bagi Budi, kita semua wajib memberi perhatian lebih, Jelas dia belum sepenuhnya mengerti apa yang dia lakukan. Dan dari melihat caranya berinteraksi dengan Habi, mungkin dia beranggapan orang yang mampu menahan pukulannya adalah orang yang sebenarnya menyayanginya. Entah dari mana konsep ini diserapnya. Saya takut. Saya takut banyak orang tua di luar sana yang lengah akan perkembangan emosi anak-anaknya.

Kakak saya pribadi pun memaafkan bukan tanpa alasan. Abang Habi adalah anak yang berperilaku hampir seperti Budi. MashaAllah,,. Tapi dia anak yang baik.. Hanya kadang anak-anak tidak mengerti cara mengendalikan amarahnya. Anak-anak pun sama seperti kita. Mereka bisa punya berjuta perasaaan. Mereka bisa sedih, marah, kecewa, senang, takut, merasa rendah diri, tapi kebanyakan anak mungkin hanya mampu mengekspresikan nya dengan menangis. Pada kasus tertentu.. sikap sikap destruktif banyak ditunjukkan anak-anak kita. namun kadang orang tua cenderung membiarkan karena menganggap remeh..."Ah..mereka kan cuma anak-anak". Boleh saya katakan Abang Habi adalah didikan salah stu drama lokal yang sangat diminati warga Aceh. Ah.. Lembaga sensor.. mungkin belum sampai kerjanya ke hal-hal yang dianggap remeh temeh ini. Malah sibuk mengsensor puting susu sapi. (--")

Saya takut.. Saya takut anak-anak ini besar dengan pemikiran yang ada di luar pengetahuan kita. Saya takut semakin banyak Budi dan Habi di luar sana yang jadi korban karena kelalaian kita sebagai orang tua, guru, saudara, dan lingkungan.

Habi Hulk.. Cepat sembuh nak.. tetap jadi seperti Habi yang sekarang.. Pemaaf.. Tapi jadilah Habi yang berani mengatakan tidak untuk disakiti.


"Children have never been very good at listening to their elders, but they have never failed to imitate them"
(Charles Baldwin)
--> Anak-anak tidak pernah benar-benar mendengar apa yang orang tua katakan pada mereka, tapi anak-anak tidak pernah gagal meniru apa yang orang tua lakukan.

"There is no school equal to a decent home and no teacher equal to a virtuous parent"
(Mahatma Gandhi)
--> Tidak ada sekolah yang sebanding dengan rumah (keluarga) yang baik, dan tidak ada guru yang sebanding dengan orang tua yang berbudi.

1 komentar: