Iya.. Asik..
Karena yang kamu lihat adalah poto kita jalan-jalan. Muka penuh senyum. Makanan enak-enak...
Karena yang kamu tahu, kita gak punya masalah dengan keuangan karena namanya aja beasiswa.
Karena yang kamu tahu, kita punya pengalaman yang jauh lebih baik dari kamu yang di sana di tempat ternyaman di antara orang-orang tersayangmu.
Sedikit dari kamu yang tahu.
Kami berjuang.. Bukan hanya dengan tantangan akademis yang jauuuh di atas standar belajar tanah air. Belum lagi dengan kendala bahasa yang dulunya saya dan mungkin juga kamu berpikir, tinggal di konteks negara di mana bahasa itu banyak dipakai akan membuat kamu lebih terbiasa dengan bahasa itu. Lantas semuanya akan jadi lebih mudah. Dulu.. Tapi kenyataannya kendala bahasa yang kami hadapi itu hitungan nya per hari, jam, menit.. detik. Satu detik terlewat saat kamu mendengar dan membaca, selesai lah kamu. Kamu harus mengulang lagi dan itu makanan kami setiap saat.
Kami bertarung dengan tuntutan waktu dan kualitas hasil yang seperti tak pernah cukup. Bertumpuk-tumpuk tugas yang harus kami kerjakan. Bermalam-malam kami habiskan di depan komputer, laptop. Mata terbelalak sepanjang malam. Kadang kami selengi dengan tidur ayam. Buku demi buku, jurnal-jurnal yang semakin dibaca semakin berujung ke berpuluh-puluh jurnal lainnnya. Saat ide sederhana kami rasa sederhana, semakin kami membaca dan mendalami semakin kami masuk ke dalam jaringan yang rasanya tak pernah berujung. Pada akhirnya kesimpulan pun kami tutup dengan pertanyaan yang menjurus ke hal lain yang mengambang. Inikah ilmu yang kita tuntut. Sangat kecil. Tak berujung. Tak pasti dan sobat,.. Semakin dalam kamu selami, semakin kamu merasa kalau kamu hanya orang dungu yang memaksakan diri mengerti hal yang seperti tak ada habisnya. Semakin kamu haus akan pengetahuan yang kamu rasa ketertarikan kamu sangat kuat pada awalnya, semakin kamu merasa tersesat di antara aksara-aksara dan pemikiran-pemikiran asing yang seolah berkembang seiring kamu mempelajarinya. Semakin kamu mengejar seolah kamu semakin tertinggal.
Sebagian kami bergulat dengan penerimaan. Karena kami berbeda. Sangat berbeda. Dihindari karena kamu asing bagi mereka. Dihindari karena mereka menganggap kamu tak bedanya dengan porselen yang sewaktu-waktu bisa pecah saat tak diperlakukan dengan lembut. Dihinakan.. Diserang bahkan diancam. Sampai di titik saat kamu merasa tak peduli. Saat berkali-kali kamu dengan sengaja ditabrak di jalanan oleh orang-orang yang entah hatinya terbuat dari batu. Hanya karena kamu terlihat berbeda. Terasing di tempat yang asing.
Sebagian dari kami berjuang dengan rasa rindu yang membuncah-buncah pada orang-orang terdekat. Kalian melihat gambar-gambar kami tersenyum lebar di wahana bermain. Tahukah kalian bahwa yang kami pikirkan saat itu tak lebih dari "Seandainya anak ku disini", atau "Coba kalau keponakan ku merasakan ini", atau seperti "Ibuku pasti sangat senang dengan makanan ini", atau seperti "Coba kalau bapakku merasakan perawatan di rumah sakit ini".
Tahukah kalian ada dari kami yang berpisah dengan anak-anaknya selama berbulan-bulan. Berpisah dengan pasangannya berbulan-bulan. Lantas menyibukkan diri dengan bacaan-bacaan yang jangan kan dinikmati, kadang dimengerti pun butuh waktu ber jam-jam. Tahukah kalian di antara kami ada yang bertempur dengan dirinya sendiri untuk lantas tidak jatuh lebih dalam ke lubang depresi. Tahukah kalian nasehat dan penyemangat sehebat apapun hanya akan membuat kami menangis lebih keras. Tahukah kalian ada titik di mana semua rutinitas membuat kalian muak sampai muntah. Muak dalam arti yang sesungguhnya. Tahukah kalian banyak dari kami yang mencari pelarian dengan menyiksa diri. Bekerja mati-matian. Membunuh waktu dengan menjadi lelah. Agar saat badan sudah terlalu lelah, maka tidur akan semakin kami nikmati. Ya silahkan.. Silahkan sebut ada yang salah dengan iman kami saat hal ini menyerang. Kami hanya manusia biasa.
Sebagian dari kami menghitung setiap sen yang dikeluarkan karena seberapapun yang kami hemat sepertinya tidak akan pernah cukup.
Diantara semua tantangan yang kami hadapi. Tahukah kalian perasaan yang sangat berat yang harus kami hadapi sewaktu-waktu. Kami harus bersabar mendengar berita-berita seperti keluarga kami yang harus dirawat di rumah sakit. Kami harus bersabar saat orang-orang yang kami sayangi bertarung dengan maut sementara kami terpisah jarak. Belum lagi saat semua itu dirahasiakan dari kalian karena mereka ingin kalian tidak terganggu. Tapi itu semua tidak membantu, karena hati selalu merasa dan akan selalu merasa. Kami harus menangis dan berteriak ke gelapnya malam saat berita-berita duka kami dengar namun kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tak ada lantunan-lantuana ayat suci yang kami dengar saat pulang ke kamar-kamar kami. Tak ada orang-orang yang bisa kami peluk dan berbagi perasaan yang sama persis karena kehilangan orang yang berarti sama buat kami. Hanya doa dan Tuhan lah Yang jadi tempat kami menagis dengan sedu dan sedan.
Sudah 4 semester saya di sini. Selama itu berita kematian yang saya dapat entah sudah berapa banyak. Minggu ini, dalam 3 hari sudah 2 berita kematian yang saya dapat. Kelak saya pulang dan saya kehilangan 2 tahun kebersamaan yang dikejar bagaimanapun, tetap tak akan pernah sama. Ada satu kekosongan kebersamaan. Saat semua ini selesai, kami akan jadi orang-orang baru yang entah kalian akan suka atau tidak, setiap kami pun akan berusaha terus memahami diri kami dan ketertinggalan kami.
Sekolah lagi.. Ke tempat yang jauh.. Iya.. Itu adalah cita-cita mulia dengan tujuan memberikan sesuatu kepada orang-orang di sekitar kita. Namun sedikit yang tahu perjuangan nya tak semata-mata dalam hal tulis baca. Lebih dari itu, kami berjuang untuk berdiri di kaki sendiri dan bergantung hanya pada yang Satu. Dan pada akhirnya kami terus menerus mendengungkan "Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan" sebagai kekuatan.
Temanku..ini bukan mengeluh. Inilah mungkin yang selama ini kita semua rasakan dan hadapi Namun saat keluarga berada di dekat kita, hal ini terasa kecil saja. Teman.. saat semua orang di dunia menolak, ada satu tempat yang akan selalu menunggu dan menerima kita dengan tangan terbuka bagaimana jelek dan hancurnya pun keadaan kita. Mereka.. Keluarga.. Dan saya rindu...
Brisbane, 24 Maret 2016
Karena yang kamu lihat adalah poto kita jalan-jalan. Muka penuh senyum. Makanan enak-enak...
Karena yang kamu tahu, kita gak punya masalah dengan keuangan karena namanya aja beasiswa.
Karena yang kamu tahu, kita punya pengalaman yang jauh lebih baik dari kamu yang di sana di tempat ternyaman di antara orang-orang tersayangmu.
Sedikit dari kamu yang tahu.
Kami berjuang.. Bukan hanya dengan tantangan akademis yang jauuuh di atas standar belajar tanah air. Belum lagi dengan kendala bahasa yang dulunya saya dan mungkin juga kamu berpikir, tinggal di konteks negara di mana bahasa itu banyak dipakai akan membuat kamu lebih terbiasa dengan bahasa itu. Lantas semuanya akan jadi lebih mudah. Dulu.. Tapi kenyataannya kendala bahasa yang kami hadapi itu hitungan nya per hari, jam, menit.. detik. Satu detik terlewat saat kamu mendengar dan membaca, selesai lah kamu. Kamu harus mengulang lagi dan itu makanan kami setiap saat.
Kami bertarung dengan tuntutan waktu dan kualitas hasil yang seperti tak pernah cukup. Bertumpuk-tumpuk tugas yang harus kami kerjakan. Bermalam-malam kami habiskan di depan komputer, laptop. Mata terbelalak sepanjang malam. Kadang kami selengi dengan tidur ayam. Buku demi buku, jurnal-jurnal yang semakin dibaca semakin berujung ke berpuluh-puluh jurnal lainnnya. Saat ide sederhana kami rasa sederhana, semakin kami membaca dan mendalami semakin kami masuk ke dalam jaringan yang rasanya tak pernah berujung. Pada akhirnya kesimpulan pun kami tutup dengan pertanyaan yang menjurus ke hal lain yang mengambang. Inikah ilmu yang kita tuntut. Sangat kecil. Tak berujung. Tak pasti dan sobat,.. Semakin dalam kamu selami, semakin kamu merasa kalau kamu hanya orang dungu yang memaksakan diri mengerti hal yang seperti tak ada habisnya. Semakin kamu haus akan pengetahuan yang kamu rasa ketertarikan kamu sangat kuat pada awalnya, semakin kamu merasa tersesat di antara aksara-aksara dan pemikiran-pemikiran asing yang seolah berkembang seiring kamu mempelajarinya. Semakin kamu mengejar seolah kamu semakin tertinggal.
Sebagian kami bergulat dengan penerimaan. Karena kami berbeda. Sangat berbeda. Dihindari karena kamu asing bagi mereka. Dihindari karena mereka menganggap kamu tak bedanya dengan porselen yang sewaktu-waktu bisa pecah saat tak diperlakukan dengan lembut. Dihinakan.. Diserang bahkan diancam. Sampai di titik saat kamu merasa tak peduli. Saat berkali-kali kamu dengan sengaja ditabrak di jalanan oleh orang-orang yang entah hatinya terbuat dari batu. Hanya karena kamu terlihat berbeda. Terasing di tempat yang asing.
Sebagian dari kami berjuang dengan rasa rindu yang membuncah-buncah pada orang-orang terdekat. Kalian melihat gambar-gambar kami tersenyum lebar di wahana bermain. Tahukah kalian bahwa yang kami pikirkan saat itu tak lebih dari "Seandainya anak ku disini", atau "Coba kalau keponakan ku merasakan ini", atau seperti "Ibuku pasti sangat senang dengan makanan ini", atau seperti "Coba kalau bapakku merasakan perawatan di rumah sakit ini".
Tahukah kalian ada dari kami yang berpisah dengan anak-anaknya selama berbulan-bulan. Berpisah dengan pasangannya berbulan-bulan. Lantas menyibukkan diri dengan bacaan-bacaan yang jangan kan dinikmati, kadang dimengerti pun butuh waktu ber jam-jam. Tahukah kalian di antara kami ada yang bertempur dengan dirinya sendiri untuk lantas tidak jatuh lebih dalam ke lubang depresi. Tahukah kalian nasehat dan penyemangat sehebat apapun hanya akan membuat kami menangis lebih keras. Tahukah kalian ada titik di mana semua rutinitas membuat kalian muak sampai muntah. Muak dalam arti yang sesungguhnya. Tahukah kalian banyak dari kami yang mencari pelarian dengan menyiksa diri. Bekerja mati-matian. Membunuh waktu dengan menjadi lelah. Agar saat badan sudah terlalu lelah, maka tidur akan semakin kami nikmati. Ya silahkan.. Silahkan sebut ada yang salah dengan iman kami saat hal ini menyerang. Kami hanya manusia biasa.
Sebagian dari kami menghitung setiap sen yang dikeluarkan karena seberapapun yang kami hemat sepertinya tidak akan pernah cukup.
Diantara semua tantangan yang kami hadapi. Tahukah kalian perasaan yang sangat berat yang harus kami hadapi sewaktu-waktu. Kami harus bersabar mendengar berita-berita seperti keluarga kami yang harus dirawat di rumah sakit. Kami harus bersabar saat orang-orang yang kami sayangi bertarung dengan maut sementara kami terpisah jarak. Belum lagi saat semua itu dirahasiakan dari kalian karena mereka ingin kalian tidak terganggu. Tapi itu semua tidak membantu, karena hati selalu merasa dan akan selalu merasa. Kami harus menangis dan berteriak ke gelapnya malam saat berita-berita duka kami dengar namun kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tak ada lantunan-lantuana ayat suci yang kami dengar saat pulang ke kamar-kamar kami. Tak ada orang-orang yang bisa kami peluk dan berbagi perasaan yang sama persis karena kehilangan orang yang berarti sama buat kami. Hanya doa dan Tuhan lah Yang jadi tempat kami menagis dengan sedu dan sedan.
Sudah 4 semester saya di sini. Selama itu berita kematian yang saya dapat entah sudah berapa banyak. Minggu ini, dalam 3 hari sudah 2 berita kematian yang saya dapat. Kelak saya pulang dan saya kehilangan 2 tahun kebersamaan yang dikejar bagaimanapun, tetap tak akan pernah sama. Ada satu kekosongan kebersamaan. Saat semua ini selesai, kami akan jadi orang-orang baru yang entah kalian akan suka atau tidak, setiap kami pun akan berusaha terus memahami diri kami dan ketertinggalan kami.
Sekolah lagi.. Ke tempat yang jauh.. Iya.. Itu adalah cita-cita mulia dengan tujuan memberikan sesuatu kepada orang-orang di sekitar kita. Namun sedikit yang tahu perjuangan nya tak semata-mata dalam hal tulis baca. Lebih dari itu, kami berjuang untuk berdiri di kaki sendiri dan bergantung hanya pada yang Satu. Dan pada akhirnya kami terus menerus mendengungkan "Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan" sebagai kekuatan.
Temanku..ini bukan mengeluh. Inilah mungkin yang selama ini kita semua rasakan dan hadapi Namun saat keluarga berada di dekat kita, hal ini terasa kecil saja. Teman.. saat semua orang di dunia menolak, ada satu tempat yang akan selalu menunggu dan menerima kita dengan tangan terbuka bagaimana jelek dan hancurnya pun keadaan kita. Mereka.. Keluarga.. Dan saya rindu...
Brisbane, 24 Maret 2016
Sungguh lanjut sekolah tu mimpi yg g pernah padam,,, kesiapan mental u kondisi2 yg seperti tulisan cut mon harus benar2 dimiliki. Siap kembali lagi dengan memiliki byk hal baru dan telah byk jg kehilangan hal2 lainnya. Good writing mon
BalasHapusayo @asbabul ul.. Sekolah lagi yok :))
BalasHapus