Selasa, 25 Juni 2019

2017 is one hell of a year

I am not gonna complain or ignore that is so much more to life in this 2017 than grief, loss, and death. But let's face it. It's been too much this year.

Now that I'm sitting here all by myself full of questions, scared minds, uncertain thoughts, and sadness.. Real hurt sadness. My father is laying on the sick bed inside. Being unconcious for more than 3 days now. Regret.. That's the first thing comes in my mind if something worse happens to him. I question my existance and promises I made in the past. Why am I here on the first place? Why am I not there..
_________________________________________________________________________________

Written 6 days before he left forever...

And that I check this draft again, I feel grateful while another part of me still can't let go that feeling of grief, that feeling lost. I have faced a lot last year, learned a lot, made big decisions that now have taken me places (not literally).

I have revealed great things,
_________________________________________________________________________________

I check those two writings again. Now is October 24, 2018, and next month on the eleventh, he will be gone for a year.

They say that there are five stages of lost; denial, anger, bargaining, depression, and acceptance. I've been at stage 4 and I think I am finally in peace now, but I do remember how scattered my feelings and life were.
I wasn't on his side when he breathed out his last. I was home and was about to visit him again. My world was turning upside down. Everything seemed to go wrong. Everything seemed to go against me. I didn't like the idea of people gathering around just to remind me more and more that "Yes, he's gone now! Accept it and live your life"

I was in a fight, cold war with some members of my family in the first two weeks after he's gone. It's like I didn't have anyone to hold on to. I lost the trust of myself. I lost trust in everyone. My anger was so massive that it hurts everyone around me and me even more.

Then comes a big decision I had to make to stay alive. I had to keep moving on. The end of 2017 is turning over for me. I decided to quit working from a place that pretty much makes me who I am today. I moved to a new place to work in my undergrad University.

Thus, the upside downs of the life of 2017 have changed and taught me a lot.

1. Don't put your expectation high on people. People are nice, but most of the time, people are disappointing.

Don't get me wrong. I love people and I am the kind of person who believes that everyone was born an angel. Circumstances and the way we react are what change and transform us. But people have their own interest and goals too in life, and when it's conflicting with your needs, of course, people will put theirs first. It's called common sense. So, repeat after me.
"I will not rely on people when it comes to my own happiness"

2. Nothing stays forever...
People you love will die
Money is gone wasted
Trust will be betrayed
People will forget you
Your time will be limited
You will be sick
The crowd will be changed with the painful silence
There will be time when music will no longer relaxing
Your degrees will be useless
The things you've learned and you've known will be outdated

Then what?
Stand your ground! Chin up and face this life with confidence. Nobody says that everything will be smooth. It is not! You will face regrets. You will feel hurt and disappointment. At your worst time, you will want to die or run, to say the least. Nobody can guarantee that you will be forever and ever, happy. No! It's a cotton candy fact. No one lives like that. Everyone has problems, and you are not special, nor with your privileges or your drawbacks. So, move on!

3. Don't hold on your grudge
Forgive but never forget. there is a famous say "The stupid neither forgive nor forget. The naive forgive and forget. The wise forgive but not forget". Living among people will allow you to have different circumstances. You can't control them, but you can always control how you react towards them. People will always and always have reasons for whatever they do and say. Don't argue with it. If it hurts you, then forgive it, but never forget it. Let it go. Not for them, but for the sake of your own mental health. You don't wanna be self-absorbed and self-centered. When people being grumpy, it's not always about you. Maybe they have bad days and it has nothing to do with you. The world doesn't revolve around you. LIVE ON! LET GO!
You can always learn from them. Remember the pain, embrace the feelings, so that you don't repeat their mistakes on others.

Those are three big lessons I learn in that year. I wrote it not because I did it. It's because I fail in it. I expect too much from people. Once I get something,m I will think that it's forever for me. I don't like unnecessary change in everything. I don't like sudden changes. I hold on grudge and it was hard for me to forgive anything and anyone. I was shattered. I was torn in pieces. I turn bitter toward things and people.

This piece of writing is finally finished today (June 26, 2019). It's fascinating how  I still can remember what I faced in 2017. Bye 2017, it's 2019 and now I am stronger. 

Rabu, 21 November 2018

Umat Terbaik (repost from FB Notes posted on February 2, 2010)

Aku satu diantara berjuta umat terbaik yang ada (katanya)

Kemarin aku merasa tak berharga, seolah hanya seorang perempuan hina yang tersesat di hutan. Tak ada seorang yang menunggu, tak pula ada yang mengkhawatirkan, tidak satu manusiapun bertanya…

Seolah aku begitu rendah, bahkan seorang bajingan sekalipun tak pantas berteman denganku. Seolah hanya debu dan anginlah tempat berteduh, seolah hanya malam yang mampu menenangkanku.

Sadar, aku bukan seorang manusia yang sempurna, karena tak ada satu manusia pun terlahir sempurna. Karena bahkan menjadi sempurnalah merupakan “ketidaksempurnaan”. Karena sempurna hanya ada pada yang benar-benar Ada. Aku terlahir sempurna, menurut mereka yang belajar apa itu persilangan. Kata mereka pembelahan selku sempurna, tak ada cacat fisik, tak punya cacat bawaan, ataupun penyakit mematikan. Seiring waktu aku pun sadar lingkungan tempatku tumbuh masih begitu nyaman. Aku punya orangtua utuh, bapak dan ibu, punya hampir selusin saudara kandung yang akan selalu ada untuk membelaku. Waktu terus berputar dan keluargaku melipatgandakan angkanya. Sekarang jika aku adalah putri salju (silahkan tertawa, karena ini cuma pengandaian kawan!), maka aku punya 3 kurcaci tambahan yang akan selalu mengobati lukaku. Kurcaciku jauh lebih lucu dari kurcaci putri salju. Kurcaciku jauh lebih pintar dari kurcaci putri salju. Kurcaciku pun beragam dan satu yang kutahu, hariku tanpa matahari, jika tak ada satu kurcacipun yang kutemui.

Sadar, aku bukan selembut putri salju. Tak sepintar Bill Gates. Tak semulia ibunda Khadijah. Tak secerdas Aisyah. Aku bukan Maryam. Aku Cuma perempuan bodoh yang selalu mencari pembenaran akan diri. Selalu bersuara lantang saat dihina dan diinjak harga dirinya. Selalu membangkang saat dikekang. Menangis saat disakiti dan terluka. Terbahak saat waktunya. Selalu keras kepala.

Sadar, aku bukan siapa siapa. Hanya seorang teman yang tak perlu dikenang terlalu lama jika suatu saat harus pergi. Juga bukan aristocrat yang biografinya akan ditulis oleh lebih dari 5 orang penulis peraih Pulitzer. Aku bukan sesiapa. Aku juga bukan seorang yang negaranya akan hancur jika keputusan yang kuambil salah. Aku bukan orang yang perkataannya akan dicatat dalam beratus skripsi mahasiswa tahun akhir, dan namaku juga tak ada pada bahkan satu citation pun disana. Aku bukan siapa-siapa.

Sadar, aku bukan baginda Rasulullah SAW, yang perkataan dan perbuatannya adalah mutiara. Yang jika melihatnya maka sejuk hatimu. Yang jika memeluknya surga bagimu. Yang setiap perkataannya akan dihafal terus oleh sebagian umat yang bagiku sangat mulia. Aku bukan siapa-siapa.

Tapi kawan….
Jangan pernah rendahkan, karena aku punya Tuhan. Jangan pernah hinakan, karena aku punya hati dan perasaan. Jangan pernah jatuhkan, karena aku akan berdiri dan lantang berteriak di wajahmu bahwa aku “manusia beruntung” yang dipilih Tuhan. Ingat itu kawan! Aku sering berbuat dosa, aku sering lupa, aku sering khilaf, aku sering menyakiti. Namun tak boleh ada satu umatpun yang berhak berkata kalau aku tak pantas dapatkan surga, tak ada satu umatpun yang boleh kata aku calon penghuni neraka. Tak boleh satupun mengklaim, kalau surga adalah miliknya. Karena bagiku, Hak Tuhan adalah Hak-Nya. Kau tak bisa ambil, tidak juga aku. Kawan, aku bukan seorang ulama atau filsuf yang mengkaji beratus kitab tuk menulis sebuah kitab lainnya. Aku bukan ilmuwan yang harus berbulan-bulan berkutat di lab demi suatu penemuan. Namun kini mataku terbuka kawan, dan kalian yang membantuku. Kalian ajarkan aku surga dan neraka. Kalian ajarkan aku tuk membaca setiap tanda. Dan kini aku tahu, bahwa tak ada takwa yang mampu terbaca oleh manusia. Satu lagi kawan, Hak-Nya adalah Hak-Nya, kau tak bisa ambil, tidak juga aku. Aku Cuma manusia biasa, sering kecewa dan marah, sering terluka. Dan kau ajarkan aku tuk lupa. Tapi kawan, aku telah membaca bahwa takwa bukan dari apa yang kau kenakan. Bukan dari berapa panjang kain yang kau kibarkan, bukan dari berapa helai janggut yang kau biarkan tumbuh disana. Takwa…. Yang aku tahu, hanya menjadi Hak-Nya dan hanya Ia yang Tahu.

Sekarang, sehebat apapun kau merasa dirimu. Sebersih apapun kau kira dirimu. Sesuci apapun kau lihat dirimu, kumohon jangan rendahkan aku. Karena aku pun sama denganmu. Aku bersyukur karena apapun yang kulalui, apapun yang mereka katakan, aku masih punya Tuhan. Dan Tuhan ku berkata…. Aku tergolong kedalam umat terbaik yang diutus tuk manusia. Aku salah satunya, dan kuyakin kalian juga. Lalu kenapa kau mesti menggolongkanku pada kelompok yang berbeda, padahal Tuhan menyatukan kita. Kenapa kau pisahkan aku karena aku seorang yang keras kepala, karena toh Tuhanku berkata kita adalah umat yang menyeru surga…..

Ingat kawan, walau aku bukan yang terbaik dimatamu. Walau aku merupakan aib bagimu. Walau aku satu-satunya hal yang ingin kau lupakan dan hapus dari ingatanmu. Aku tetaplah sama denganmu, dan aku masih punya Tuhanku. Aku yakin Tuhan ku pun Tuhan mu. Lantas kenapa kita bersiteru!?

Januari 2010
setelah shubuh itu pergi, mesjid itu tetap disana, akan selalu menyeru....Allahuakbarsetelah Shubuh itu pergi, mesjid itu tetap disana, akan selalu menyeru....Allahuakbar

HUJAN (repost from FB notes posted on February 13, 2010

Jika aku harus memaknai sebuah kisah, kumaknai kisah ini seperti hujan…..
Sama seperti hujan, kisah ini berputar…. Bermula di lautan, ehm.. tidak, kisah ini bemula di anak-anak sungai yang menyatu di sungai besar. Untuk kemudian bermuara di lautan….

Bermula dari sebuah goresan di bibir, lukisan wajah yang dinamai senyuman. Dari sana senyuman berubah simpati dengan riak-riak hidup seperti kesal, marah, benci, tawa, duka, sepi…. Saat sungai rasa mengalir menuju lautan yang luas, rasa itu pun bermuara. Jika kau bisa menyebrangi sebuah sungai, bukanlah hal yang sama jika kau menyebrangi lautan. Jika kau ingin mendayung perahumu di sungai, tak akan semudah itu jika kau mendayung perahumu di lautan. Dan saat rasa mu berubah seluas dan sedalam lautan, akan sulit bagimu untuk pergi. Sangat sulit karena rasa itu telah menyatu dan membumi.

Saat hari panas dan terik, lautanpun menguap….
Saat itu, rasa menguap karena keengganan dan ketidakpedulian, rasa menguap oleh terik kemarahan dan dendam, berselang waktu yang lama, terus rasa itu menguap. Bahkan jika ditanya bagaimana lautan merelakan sebagian dirinya menguap diangkasapun, ia tak tahu. Kepergian harus ada. Dan untuk ini laut harus melepas rasa itu pergi… jauh ke tempat yang tak pernah bisa diraihnya.
Saat waktu menjawab segalanya, dendam tak lagi menjadi dendam, marah tak lagi menjadi marah, yang ada hanya keikhlasan seputih awan di langit sana…

Saat semua awan menggantung pun, kadang marah tak tertahan, karena diri tak mampu mendamaikan hati untuk berharap. Kecamuk dalam diri memaksa keikhlasan menjadi pasrah dan kecewa, fakta kadang datang seperti petir. Senantiasa menampar awan yang putih itu.
Awanpun menghitam…

Tangis tak terbendung saat kesedihan merajai hati. Menangispun sekarang tak butuh alasan. Saat hujan tak ternbendung, air pun tumpah dari langit kembali jatuh pada tempat-tempat dimana semua kisah ini bermula.

Pada anak-anak sungai kebaikan, kebijakan, kepedulian, keramahtamahan. Sekuat apapun menolak, kisah ini akan terus berputar… seperti hujan… kisah ini pun akan terus ada, dalam titik-titik hujan, yang mendamaikan hati…




February 8, 2010

Minggu, 01 Oktober 2017

A year at home (Back for Good or Back and Restart)

It's been more than a year I've been home again.The journey to the land of Oz is now over. I just have to wake up from a very beautiful dream.

Life when you're home again after being so long at other land is not easy. I knew it, but I didn't know it's gonna be this hard. Not that everything I experience after my homecoming is all gloomy stories, but it's harder.
 One thing for sure, the people that once you left are not the same when you come back home.Or maybe, it's you that have changed. I do admit it. I've changed a lot. Australia has turned me to be someone else. Some changes are good, but others \.. well.. not that bad.. but somehow, people around find it difficult to digest. The truth is, you can never replace the time that you've missed. Two years is not a very long time, but it's quite significant to make you become a "completely new student in the class" again. Forget about the jokes, sad feelings, and joyous you didn't know about. Below are some big obstacles you will face once you're home again and follows by some tips from me to overcome it all, and once again become a winner in your own life.

https://www.pinterest.com/explore/leaving-home-quotes/

1. Family

My first three months at home was completely hell. I have some quarrel  with my c\siblings. It's the hardest time ever. I couldn't imagine how great our relationships now every time I look back at that time. How did I face it. Stick and stone baby,...Keep rolling. I used to be frank, and I am still frank. I know it's not good to be honbest without being tact at the same time. But truths are truths. It's better someone close to you reveals that compared to insignificant others.


2. Finance
Daaaamn!! I can't believe I will be this broke. My financing is way worse compare to me before leaving to Australia. I can't believe it. I went straight to work two weeks after arriving safe and sound at home. I brought back some money home, but then... where has it gone. I didn't spend myself, I am a frugal person TBH. I helped my family out and it left me nothing. So, I've worked like a dog for the past year and got savings. But hey... Look what I did... I spend it again ,,huge amounts.. For having a better place to sleep and live. I guess it makes sense.I mean, I spend it for some good cause, but still I am so poooooor.
Not to mention, I have nothing left, I've debts, lost my phone (Iphone6- Someone stole it GoddamnIT!!), no savings. Wadafaaaaak!!! I didn't prepare this. It's too much now.

3. Society.
When you live in a community that has some standards, duuuuude.. You will face some shits! You can go work everyday without being judge, "When will you get married?" (For God sake, I really want to reply, "When do you think you're gonna die?". It's mystery!!!You !!!!
And to make it worse, your family is a part of the so0ciuety, so of course they hold the same value so dearly. What can you do with your MASTER DEGREE if you're just ending at ELEMENTARY SCHOOL!? I've got this not only my colleagues, but also my relatives. "It will be hard for you to get a partner!!", "You're old and have so many degrees.. You'll end up alone and lonely!", YOU THINK!!!!
COme on people.. what's so wrong with our society. Being a teacher is a very valuable job on earth,"Pekerjaan Mulia" I may say.
SO.., STFU!!!

4. Friends
Since your leaving, your friends were getting married, have babies, moving to different parts of the world. And you will end up sitting in a cafe all by yourself. It's not that hard thou.I am a bit introvert now. So,let's take that as an advantage. Chin up.. MOve ooon

MY goooosh... Why did I stop writing??????
It's a soothing activity, and I am feeling a lot better now. And YOU!! The one who stole my phone, my your soul be burn in hell!!

1 October 2017

Sabtu, 04 Juni 2016

Ramadhan Karim

Ramadhan di depan mata..

Masih saja dengan jengkal iman yang sama. Dengan berdepa-depa dosa..
Masihkah dengan angkuh yang sama? Masihkah dengan hati yang keras dengan congkaknya jiwa.
Masihkah tanpa malu menghadapNya tanpa sedikit pun rasa berdosa.
Masihkah terus bergulat dan berkutat dengan dosa-dosa yang sama?
Kepalsuan-kepalsuan dan kesemuan-kesemuan hiasan dan kebahagiaan sementara atas nama dunia..

Kita.. insan papa, yang kadang lupa akan hakikat manusia yang terus berkalang dosa. Masih teruskah meninggi hati dengan setitik kesempatan yang dititipNya. Kita yang terus menerus mematikan hati dengan hal remeh temeh atas kepuasan diri sendiri. Lantas mencibir saat naung kebenaran didengungkan. Lantas menertawakan panggilan-panggilan suci yang mengajak ke jalan kebenaran.
Kita manusia.. hina dina.. Lantas dengan sombongnya mendengungkan sabda-sabda suci. Menterjemahkan dengan ketidakfasihan lisan, ketidaksempurnaan asal muasal. Bahkan dengan sebaris "basmallah" pun kadang kita silap, lantas dengan tanpa malunya menghujani dengan bait-bait surah-surah suci.
Berkalang dosa, berulang-ulang.. Lantas menyudutkan usaha-usaha kecil saudara yang terus memperbaiki diri.

Kita.. umat kita.. sekarang..
Sibuk dengan benar tidaknya qunut. Sibuk dengan sahih tidaknya perayaan maulid. Heboh dengan remeh temehnya kebenaran apakah "kaumku" atau "kaummu" yang disebutkan Baginda Rasulullah.
Berkalang dosa lantas mengutuki saudara sendiri! Mengkafirkan manusia-manusia hanya berdasar setitik debu ilmu yang tidak seberapa mana.. Lantas dengan sombong menghukum.. menghukum.. mengadili.. mengfatwa.. menjatuhkan.. membunuh niat-niat suci..

Hanya berbekal sebait dua bait ayat lantas mengadili..
Kita.. berisi setitik.. lantas membumbung, meninggi... lantas ilmu setitik pun menguap..
Kita.. Berbuat.. berbuat tanpa bertanya.. berbuat tanpa pernah tahu.. Lantas amal.. pun pecah.. berhamburan seperti debu-debu...beterbangan,..

Saudaraku,
Ramadhan di depan mata..
Maafkan lah setiap silap dan salah..
Semoga Ramadhan terus bergelimang berkah dan dosa-dosa kita berguguran..

Ramadhan Karim..
Brisbane, 28 Sha'ban 1437 H


Ilmu itu seyogyanya membumi..
Saat menukik, tajam membumbung di langit, maka ilmu.. Baiklah ia terus ditempa.  Semoga kita menjadi manusia yang dengan ilmunya, beramal.. Amalnyapun berdasar ilmu.

Selasa, 31 Mei 2016

In the midst of big war of deadlines

OH MYYYY...

Cut MOoOoOo!!! What are you doing here on this page!!!!
So.. I have a big deadline due in less than 12 days today, that's 12 freaking thousand words people! TWELVE freaking THousand!! I have 120 more pages of transcribtions of interview to work on, analysing them in pieces.. every single word of what my lovely participant said. Not to mention my other assignment which due in a week! A WEEK!!! And I am running again from my responsibilities of finishing them, here! blogging!!

I am so impressed with you CUTMON!! You can write so fast and clear on your blog, but not on your assignment! GOOD JOOOB!!

GET BACK TO WORK!!!!!!

Kamis, 24 Maret 2016

Sekolah lagi itu Asik? Tidak selalu

Iya.. Asik..

Karena yang kamu lihat adalah poto kita jalan-jalan. Muka penuh senyum. Makanan enak-enak...
Karena yang kamu tahu, kita gak punya masalah dengan keuangan karena namanya aja beasiswa.
Karena yang kamu tahu, kita punya pengalaman yang jauh lebih baik dari kamu yang di sana di tempat ternyaman di antara orang-orang tersayangmu.

Sedikit dari kamu yang tahu.

Kami berjuang.. Bukan hanya dengan tantangan akademis yang jauuuh di atas standar belajar tanah air. Belum lagi dengan kendala bahasa yang dulunya saya dan mungkin juga kamu berpikir, tinggal di konteks negara di mana bahasa itu banyak dipakai akan membuat kamu lebih terbiasa dengan bahasa itu. Lantas semuanya akan jadi lebih mudah. Dulu.. Tapi kenyataannya kendala bahasa yang kami hadapi itu hitungan nya per hari, jam, menit.. detik. Satu detik terlewat saat kamu mendengar dan membaca, selesai lah kamu. Kamu harus mengulang lagi dan itu makanan kami setiap saat.

Kami bertarung dengan tuntutan waktu dan kualitas hasil yang seperti tak pernah cukup. Bertumpuk-tumpuk tugas yang harus kami kerjakan. Bermalam-malam kami habiskan di  depan komputer, laptop. Mata terbelalak sepanjang malam. Kadang kami selengi dengan tidur ayam. Buku demi buku, jurnal-jurnal yang semakin dibaca semakin berujung ke berpuluh-puluh jurnal lainnnya. Saat ide sederhana kami rasa sederhana, semakin kami membaca dan mendalami semakin kami masuk ke dalam jaringan yang rasanya tak pernah berujung. Pada akhirnya kesimpulan pun kami tutup dengan pertanyaan yang menjurus ke hal lain yang mengambang. Inikah ilmu yang kita tuntut. Sangat kecil. Tak berujung. Tak pasti dan sobat,.. Semakin dalam kamu selami, semakin kamu merasa kalau kamu hanya orang dungu yang memaksakan diri mengerti hal yang seperti tak ada habisnya. Semakin kamu haus akan pengetahuan yang kamu rasa ketertarikan kamu sangat kuat pada awalnya, semakin kamu merasa tersesat di antara aksara-aksara dan pemikiran-pemikiran asing yang seolah berkembang seiring kamu mempelajarinya. Semakin kamu mengejar seolah kamu semakin tertinggal.

Sebagian kami  bergulat dengan penerimaan. Karena kami berbeda. Sangat berbeda. Dihindari karena kamu asing bagi mereka. Dihindari karena mereka menganggap kamu tak bedanya dengan porselen yang sewaktu-waktu bisa pecah saat tak diperlakukan dengan lembut. Dihinakan.. Diserang bahkan diancam. Sampai di titik saat kamu merasa tak peduli. Saat berkali-kali kamu dengan sengaja ditabrak di jalanan oleh orang-orang yang entah hatinya terbuat dari batu. Hanya karena kamu terlihat berbeda. Terasing di tempat yang asing.

Sebagian dari kami berjuang dengan rasa rindu yang membuncah-buncah pada orang-orang terdekat. Kalian melihat gambar-gambar kami tersenyum lebar di wahana bermain. Tahukah kalian bahwa yang kami pikirkan saat itu tak lebih dari "Seandainya anak ku disini", atau "Coba kalau keponakan ku merasakan ini", atau seperti "Ibuku pasti sangat senang dengan makanan ini", atau seperti "Coba kalau bapakku merasakan perawatan di rumah sakit ini".
Tahukah kalian ada dari kami yang berpisah dengan anak-anaknya selama berbulan-bulan. Berpisah dengan pasangannya berbulan-bulan. Lantas menyibukkan diri dengan bacaan-bacaan yang jangan kan dinikmati, kadang dimengerti pun butuh waktu ber jam-jam. Tahukah kalian di antara kami ada yang bertempur dengan dirinya sendiri untuk lantas tidak jatuh lebih dalam ke lubang depresi. Tahukah kalian nasehat dan penyemangat sehebat apapun hanya akan membuat kami menangis lebih keras. Tahukah kalian ada titik di mana semua rutinitas membuat kalian muak sampai muntah. Muak dalam arti yang sesungguhnya. Tahukah kalian banyak dari kami yang mencari pelarian dengan menyiksa diri. Bekerja mati-matian. Membunuh waktu dengan menjadi lelah. Agar saat badan sudah terlalu lelah, maka tidur akan semakin kami nikmati. Ya silahkan.. Silahkan sebut ada yang salah dengan iman kami saat hal ini menyerang. Kami hanya manusia biasa.

Sebagian dari kami menghitung setiap sen yang dikeluarkan karena seberapapun yang kami hemat sepertinya tidak akan pernah cukup.

Diantara semua tantangan yang kami hadapi. Tahukah kalian perasaan yang sangat berat yang harus kami hadapi sewaktu-waktu. Kami harus bersabar mendengar berita-berita seperti keluarga kami yang harus dirawat di rumah sakit. Kami harus bersabar saat orang-orang yang kami sayangi bertarung dengan maut sementara kami terpisah jarak. Belum lagi saat semua itu dirahasiakan dari kalian karena mereka ingin kalian tidak terganggu. Tapi itu semua tidak membantu, karena hati selalu merasa dan akan selalu merasa. Kami harus menangis dan berteriak ke gelapnya malam saat berita-berita duka kami dengar namun kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tak ada lantunan-lantuana ayat suci yang kami dengar saat pulang ke kamar-kamar kami. Tak ada orang-orang yang bisa kami peluk dan berbagi perasaan yang sama persis karena kehilangan orang yang berarti sama buat kami. Hanya doa dan Tuhan lah Yang jadi tempat kami menagis dengan sedu dan sedan.


Sudah 4 semester saya di sini. Selama itu berita kematian yang saya dapat entah sudah berapa banyak. Minggu ini, dalam 3 hari sudah 2 berita kematian yang saya dapat. Kelak saya pulang dan saya kehilangan 2 tahun kebersamaan yang dikejar bagaimanapun, tetap tak akan pernah sama. Ada satu kekosongan kebersamaan. Saat semua ini selesai, kami akan jadi orang-orang baru yang entah kalian akan suka atau tidak, setiap kami pun akan berusaha terus memahami diri kami dan ketertinggalan kami.

Sekolah lagi.. Ke tempat yang jauh.. Iya.. Itu adalah cita-cita mulia dengan tujuan memberikan sesuatu kepada orang-orang di sekitar kita. Namun sedikit yang tahu perjuangan nya tak semata-mata dalam hal tulis baca. Lebih dari itu, kami berjuang untuk berdiri di kaki sendiri dan bergantung hanya pada yang Satu. Dan pada akhirnya kami terus menerus mendengungkan "Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan" sebagai kekuatan.

Temanku..ini bukan mengeluh. Inilah mungkin yang selama ini kita semua rasakan dan hadapi Namun saat keluarga berada di dekat kita, hal ini terasa kecil saja. Teman.. saat semua orang di dunia menolak, ada satu tempat yang akan selalu menunggu dan menerima kita dengan tangan terbuka bagaimana jelek dan hancurnya pun keadaan kita. Mereka.. Keluarga.. Dan saya rindu...

Brisbane, 24 Maret 2016