Tampilkan postingan dengan label Hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hidup. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 November 2013

My Opening Remark on UN Day Celebration(LatePost)

DO NOT COPY
For the sake of these kids, I protect the pic by closing the eyes
The last November 15 was a big day for our school since we celebrated UN DAY. We knew that it's a little late, but  we just couldn't make it at the right moment. We thought the concern was that we tried to celebrate it. 

It was different from last years celebration. This year celebration, we focused on the dance of the country we represented. My class got middle east and I chose the dance from southern part of Egypt I got after searching ones in YOUTUBE. 

And... I had that honour to deliver opening remark on the D-Day. Here is the short speech of mine.

"Peace and God blessing beyond you all.
First of all, I’d like to say thank you to the head of the school and the chairman who give this honorable chance to represent this school and to share a little bit about what we know about UN Day.
And we’d like to say welcome to our honorable guests and parents. And to our beloved team mates, the teachers and students, you did beautiful team work.

There are 196 countries in this world. All the people live in different culture, come from different races, practice different religions and beliefs, but we tend to forget that we have one purpose in this life, to live in peace and harmony.

We can’t actually deny that so many wars and tragedies we have today, in this world due to our incompetency in understanding those differences. We’ve come to realize that all those differences among us are beauty and bless, but at some point, in our daily lives we tend to act the other way around. We do labeling, judging, blaming people not because what they do, but from their race, countries, or religions.

Today, we want to lead our kids to a stage in their lives where they actually aware of these cross cultural facts. We want our kids to be wise in living life and face the differences, and later on when they grow up, to deal with conflicts that may be caused by the differences and solve it in healthy way. We want our kids to understand that we are all one. We are all family.

No matter where we are from, no matter what color our skin are, no matter what religion we practice and no matter what state we stand in believing something. We want these kids to believe that those have nothing to do with the way they treat people.

Today, these kids are going to representing the dance from different part of the world. Here, we can learn something that it is obviously not that hard to understand other people, just like it is not that hard for those kids to learn the dances from other cultures in less than two months. We all can live in harmony if only we can start to understand that we are all born different. Even ears on one head are different.

Last but not least... I’d like to quote a statement from a very remarkable man who is known for his wisdom and tolerance. He said these words for Round Square Campaign October 1996, in South Africa. “The challenge for each one of you is to take up these ideals of tolerance and respect for others and put them to practical use in your schools, your communities and throughout your lives” __Nelson Mandela


Though we come from different countries and practise different religions, WE ARE ALL ONE PEOPLE



Kamis, 01 Agustus 2013

I've been dating and about to break up

For more than two years, I've been dating him. No one knows. No one seems to notice. As most of relationship ever built, I love him. So much, that I can stop smiling when it comes about him. I like every part of him. I know how it's hard sometimes for me to meet him. Yeah...in fact, we're meeting every night before I go to sleep, when I wake up. And he just knows how to boost my mood. Hopes that he gives are just so great for me to ignore. There's not even a day I stop thinking about him. he is my inspiration. The fuel for my hard days in the weeks. He is every reason I stay up late every night.

There were times when he was ready to live with me the whole life ahead. I trusted him, I believed the words. And to make it worse, he said it so many times and failed to prove it, but I still believe him. With all of my love. I love him with every breath that makes me alive.

Now... I'm just too tired to wait for those words to be come true. Now.. and the end of this year, I know that we will break up. Though it's not him that wants this all, I am the one who got too scared to live without him.

Today, he can't make it true again...like most of the times we spend together, he came to me with joy but then he slapped me on the face with the fact, still when I put a smile on my face. How pathetic.

These two years past, I find my life so exciting to live on, with him on my side. And now, when I decide to leave him soon.. I wonder where life will turn me to.

He is still there, that is the fact. I'm the one who is leaving away. Running from him, and I know no matter how far I run away from him, he will always be there waiting for me to come back in his arms.

He is my love. And his name is Dream. Dream of getting higher education.

Today I got a very tough words from a friend. He said, maybe it's not you that is wrong, maybe it's just not your time, or maybe it's not your path, it is just not your way to walk through. Yeah...maybe I have to come to realize that sometimes to let go just ease your way. And I know it, that it is my fault to expect too much. That it is my fault, to let my dream manipulating my entire life. I can't control it. I grab it to tight that it always slips away of my hand. And maybe, I just have to release it free.. let my dream be free...

I've been dating... with my dream, but now...we're about to break up.




Ulee Kareng, August 1, 2013Song for Mia

Kamis, 24 Januari 2013

Pilihan

Since when, we never feel that we’ve already got more than enough Since when, we think that we’re just okay and blaming others for their mistakes.. Kita berjalan pada jalan yang sama pada awalnya. Setengah berlari, setengah berjalan. Setengah memburu, maju, sementara yang lain diam. Sementara yang lain menoleh ke belakang, ingin kembali. Dan kita anggap itu pulang? Ada hari dimana aku berjalan, benar-benar berjalan dengan kaki-kakiku. Dengan penampilan yang tak ingin dikenali. Ada hari dimana aku merasakan angin kota ini sendirian, hanya aku. Merenungi sesuatu yang salah sedang terjadi. Bukan sesuatu, mungkin semua... Keresahan dan kekosongan menumpuki hati... tertimbun, tertimbun... kesakitan. Sesak oleh mauku... Tak ada yang benar-benar tahu, apakah inilah hidup yang benar-benar kita mau. Kadang kamupun tak tahu. Sesat di jalan-jalan yang kadang kamu pun tak kehendaki tuk lewati. Tapi beginilah hidup, hidupmu, hidupku, hidup kita. Tersingkirkan dari mereka yang merasa sudah mendapat yang mereka cari. Senyum kebahagiaan yang naif, dan pada lain waktu, mereka sama saja. Kita semua sama saja. Kita semua sama saja. Beban yang kita dapat terus menerus memberati hati, seolah bahagia hanyalah mimpi. Beban yang kadang kita buat sendiri. Saat orang dewasa mengatakan tuk terus bermimpi, kaupun bermimpi... lupa kadang mimpimu terlalu tingggi, menghempasmu jatuh... dalam kosong. Membuatmu takut tuk mencoba lagi. Menjadi seperti ini, menjadi seperti itu.. Kadang aku berpikir, aku harus berhenti melakukan semua ini. Menyisakan waktu hanya untukku. Untuk diriku saja. Berhenti mengajar, kukira adalah jalan keluar dari kepenatan dan beban. Tapi ternyata, aku semakin jatuh. Aku gagal. Guru jelas bukan akses yang cepat untuk mencapai apa yang mereka sebut gelimang harta. Jelas bukan cara untuk mendapatan prestise yang melejit bak bintang. Menjadi guru, kadang kau dilupakan, bahkan tanpa rasa terimakasih. Menjadi guru kadang kau harus merelakan hari-harimu, menjadi satu-satunya alasan bagi mereka, untuk sedikit saja merasa berarti. Atau malah sebaliknya, menjadi guru, berarti mengganti hari-harimu yang berharga dan menukarnya dengan kehancuran bagi mereka. Menjadi guru, artinya memilih, menjadi oase atau lubang hitam bagi anak-anak yang tersesat, merindukan pertolongan. 07032012, 2.03 am

Rabu, 14 Desember 2011

Bukan Tidak Mau

Ok....
Begini saja, saya tak akan sembunyi-sembunyi lagi. Menyuarakan pemikiran memang haruslah se.gamblang ini.

Seperempat abad lebih, umur yang sama mungkin ibuku sudah punya 2 anak.
Tahulah kemana arah tulisan ini. Nikah. Ya, nikah...

Kalau 16 - 23 tahun adalah umur yang rentan untuk bunuh diri, menurut "entah-siapalah-saya-lupa", maka 23 keatas adalah umur yang rentan ditanyain "Kapan!?" ---->Grh.....

Menikah... Menurut kamus Oxford Dictionary, menikah artinya upacara penyatuan seorang wanita dan laki-laki untuk kemudian keduanya menjadi sepasang suami istri. Jadi bohong besar kalau ada istilah "same-sex-marriage",wong secara harfiah atau dalam kaedah bahasa saja sudah menyalahi makna.

Nah... Apa yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah!? Dalam Islam, rujukannya adalah sabda Rasulullah SAW yang intinya kira-kira, saat menikah kita harus mempertimbangkan agama, harta, keturunan, dan rupa. Jadi kalau ada yang bilang "Oh...jangan pilih-pilih lho! entar gak ada yang mau". Hohoohohoho.... beli jeruk aja milih, makannya juga sekali itu, kalau gak manis ya tinggal buang. Lha ini nikah! Gimana ceritanya gak milih!? Hidup dengan "seseorang-yang-entah-siapa-itu" selama sisa hidup anda, kok bisa gitu langsung "eeh..iya..kita nikah besok!"

Nah, masih dalam Islam, artinya boleh mempertimbangkan "pernikahan" karena 4 hal diatas, tapi tetap yang diutamakan "agama.nya".

Nah.... Lantas kalau semua sudah cocok apa lantas bisa gitu langsung nikah!?

Katakanlah, kamu "dijodohkan"...
Toh bukan berarti langsung ke keputusan, oh kalau mau "jumpa dulu" berarti "mau-nikah-sama-si-ntu". Hohohooho...to yhe hell, NO!
Maksud saya, hidup bersama, dengan seseorang yang sama sekali baru. Tidak kenal sifat dia, tidak tau dia sukanya apa, gak suka apa. Belum lagi sadar akan "kekurangan diri sedniri" yang sangat sangat banyak kuraaaaaaaang dari pada lebih. Apa mungkin si "seseorang" bisa terima. Kalau lah bisa, kalau enggak!? Mau jadi seleb gtu!? Enggak toh!

Jadi...intinya I'm sick of "perkataan orang-orang" yang bunyinya kira2 begini
1. TUnggu apa lagi, sedang ada yang mau, Entar tua gak ada yang mau lagi lho!
2. Emang kamu apanya gitu yang baguus banget sampe "tega" nolak orang!
3. Aduh...cewek ngapain sih sekolah tinggi-tinggi. Sekolah bisa nyusul, nikah dulu.
4. Jelek aja pun.... kok milih sih...
5. Yang paling parah... "Kamu Gak MAu Nikah Ya!?"

Ok...dijawab ya satu-satu:
1. So what!? Kalau tidak suka, trus dipaksa, mau gitu jamin kelak ada apa-apa? MAu? MAu? Kalau mau hubungi saya segera.
2. Emang sih, saya gak secantik Miss World...Tapi Helllooooooooo does it mean saya harus "I do" setiap ada yang "mau". Gak kan... I love my life, and I want to spend my life with someone I love. Terlalu "lebay kah alasan itu!?
3. Hubungannya Om!? Mau masuk 2012 juga ini....
4. Point yang sama dengan point 2, terjawab!
5. Aduuuuh....Saya normal saudara-saudara. SAya MAU...MAu ...MAu banget nikah. Tapi belom "jumpa" ama "siapa?"

SAya NORMAL! OK! MAu nikah! Tapi jujur juga gak tau kapan. Gak tau juga sama siapa.

I need to fall in "bla bla bla bla" with "someone"...
And it takes time.

So stop thinking that I never want to have a family.

Masalah takut nikah, hehehehehehhe...itu perkara lain

Btw, yang udah nikah...jujur saya iri, tapi gak maksa juga harus segera nyusul. Wong belum "jumpa" juga sama "seseorang"nya.


Saya harap tulisan ini membantu teman-teman diluar sana yang bernasib sama...
Salam Hangat...

Minggu, 11 Desember 2011

JAdi GUru!?


Pernah aku berjanji pada diri sendiri tak akan memulai menulis semua kejadian dalam kelas2 tempatku mengajar sebelum aku merasa benar2 jadi guru. Namun saat ini aku merasa tak ada salahnya semua itu kuabadikan lewat aksara, sebelum smuanya terlambat. Sebelum aku kehilangan kemampuan "memanggil" semua memori untuk kembali.

Mengajar di berbagai tempat, dengan murid dari segala umur dan masalah sebenarnya bukan perkara gampang. Ketimbang materi, hal yang paling memberatkanku sebenarnya adalah beban moril...tanggung jawab akan jadi seperti apa mereka setalah aku menyampaikan ilmu yang kupunya. Akan lebih baikkah? Akan jadi manusia yang bergunakah? Lebih jauh lagi, akankah semua yang kusampaikan bermanfaat!?

Bayangan-bayangan bahwa ternyata tak semua siswa bisa "menyenangi" kadang sering membuatku frustasi sampai pada tingkat ingin sejenak berhenti. Bukan tak pernah aku berhenti, lebih tepatnya mengambil masa rehat. Akhirnya justru seperti ada bagian hidupku yang hilang. Seolah hidup ku tak lengkap.

Tak pernah dalam hidup aku bermimpi menjadi pendidik, guru. Berinteraksi dengan orang-orang, menjadi role-model. ENtahlah... Namun waktu mengantarkanku ke titik dimana aku justru mensyukuri akan pilihan-pilihan yang pernah mengantarku kesini.

Berdiri disana di depan kelas, dihadapan anak didik yang jumlahnya tak sedikit perlu tingkat "nerve" yang tidak biasa. Mengesampingkan ego, membuang kepentingan pribadi, bukan hal mudah.

Tak perlu pintar untuk menjadi guru. Tak perlu menguasai banyak hal untuk menjadi guru. Lihai dalam menyampaikan apa yang dimaksudkan menurutku sudah cukup.

Pengalaman mengajar di TK, berhadapan dengan anak-anak lucu. Mendengar imajinasi mereka yang tak berujung, merasakan emosi-emosi mereka yang sederhana. Sungguh, kalaulah dinilai dengan "uang", pengalaman ku bersama anak-anak mungil ini tak pernah mampu kubeli...."lagi". Pernah menangis karena kenakalan mereka, terpukul dengan "kemalangan nasib" yang menimpa mereka, tertawa dengan keunikan mereka, kepolosan, keluguan, kejujuran anak-anak yang tak akan berubah sepanjang masa. Anak-anak tetaplah anak-anak.

Akan lain halnya berhadapan dengan remaja-remaji muda yang akan beranjak jadi remaja yang sebenarnya. Bukan saat tersulit. Bagiku masa ini adalah masa paling aman dalam hidup. Siswa SMP mulai mengerti bagaimana mencoba menjadi "dewasa" namun tetaplah kapasitas mereka hanyalah anak-anak. Akan banyak cerita tentang mereka...nanti.... ceritaku...cerita mereka..

Siswa SMA sejauh ini adalah siswa tersulit yang harus kuhadapi. Ke"sok-tahu-an" mereka kadang membuat tingkat kesabaran.ku habis. KAdang mereka lancang, merasa diri paling benar dan aku tak bisa membatasi diri dengan tidak berubah menjadi "aku yang sebenarnya". Namun akhirnya aku sadar, jadi seorang guru artinya harus menyisihkan ke-egois-an yang ada. Membantu siswa "belajar" dalam arti yang sebenarnya. Membuka jalan bagi mereka melihat dengan mata sendiri, bukan dengan mata kita, dengan cara pandang yang benar justru lebih sulit dari sekedar mengajarkan materi tersulit sekalipun.

Lain halnya dengan mahasiswa... manusia dewasa yang merasa diri sudah "cukup dewasa" dan memang bagiku saat ini, mengajar di tingkat ini adalah yang paling kunikmati. Jarang ada kecamuk... :)
SEmoga terus begini...

Diluar itu semua, aku masih lah seorang manusia, masih banyak hal yang harus dibenahi untuk jadi "guru" yang sebenarnya. Cita-cita masa lalu atau bukan, yang jelas jadi "guru" yang sebenarnya kan jadi jalan hidupku, akan jadi mimpiku, akan jadi lahanku untuk menimbun amal sebanyak-banyaknya.

Rabu, 19 Oktober 2011

BENCI INI!

Katakanlah aku perempuan sombong! Hujat aku dengan kata aku Perempuan sok hebat. Hina aku dengan mengatakan aku tak pantas menolak karena aku sungguh jelek!
Katakanlah aku terlalu rendah untuk bermimpi setinggi itu. Katakanlah aku pantas dibenci karena terlalu 'berani' menyuarakan mimpi..

Oh Tuhan... sombongkah saya kalau terlalu jujur menyuarakan 'rasa'.
Angkuhkah hamba kalau hamba terlalu lancang bermimpi...
Apa hanya anak kecil yang boleh dan bebas 'bermimpi dan bercitacita' sesungguh-sungguhnya!?

Aku lelah sudah..marahku tak terbendung sudah... Aku bukan orang yang bisa berpurapura ...
Aku bukan manusia yang sangggup membendung rasa lantas berkata 'aku baik-baik saja'

Tidak.. aku sedang dilanda rasa
Rasa takut kehilangan kebebasan yg selama ini kupunya
Karena komitmen itu bagiku seperti bara...

aku benci ini semua....

Kamis, 13 Oktober 2011

BEing Independent?

BUlan menggantung penuh beberapa malam lalu. Selalu ada rasa aneh saat dipandang, atau sekadar melihatnya. SEtiap kali merasa ada yang hilang saat bulan itu diamati. Seperti berada di tempat yang tak seharusnya. Tak seperti yang seharusnya. Seperti hilang asa... Akupun lupa kapan terakhir kali benar2 terbang, lepas, dari hati yang terbebani. Kenapa hidup manusia bisa serumit ini!?

Kita cenderung menginginkan sesuatu saat hal itu tak kita miliki. Namun saat kesempatan itu datang, kita malah berdalih, tiba-tiba berputar arah, membuang keinginan semula. Kita cenderung mengabaikan apa yang kita punya, lantas merasa benar-benar kehilangan saat hal itu tak ada. Kita cenderung mencela, saat orang-orang yang kita cintai tersilap berbuat salah, Namun begitu mudahnya memaafkan saat seorang yang baru kita kenal menyakiti kita begitu dalamnya. Kenapa perasaan manusia bisa sejauh ini!?

KIta diajarkan berjalan saat begitu kecil, disemangati untuk berlari... Namun begitu besar, kita malah dikekang, dengan dalih kebaikan. Siapa yang menentukan kebaikan bagi diri kita sendiri? Bukankah pelajaran paling berharga saat kita dilarang berlari adalah terjatuh dan luka!? Maka dengan begitu kelak kita tak lagi berlari dengan gegabah. BUkankah pelajaran berharga saat kita bermain api, adalah saat kita berani mencoba untuk tak terbakar. Walau lantas terbakar, bukankah itu akan menjadi pelajaran yang tak akan kita ulangi lagi. BUkankah "mencoba" adalah awal dari "belajar". Mengapa kita didikte untuk terus belajar saat kita dilarang mencoba, mencoba menggapai mimpi yang menurut sebagian mereka tak mampu kita raih. Kalau kita yakin dengan mimpi kita, kenapa orang lain yang harus bersusah hati.

Mungkin jawabannya.. karena kita dianggap tidak tahu. Kita dianggap belum mengerti benar apa itu hidup dan pilihan. Kita dianggap tidak kuat dengan "kegagahan ide" yang kita miliki.
Mungkin kita dianggap belum mampu berlari dan memilih seberani itu..
Atau mungkin mereka berdalih "sayang" lah yang membuat mereka "memilih" semuanya untuk kita.

Entahlah...tampaknya sepereempat abad pun masih terlalu dini untuk dianggap mampu membuat keputusan sendiri.

Ulee kareng, 13 Oktober 2011

Jumat, 12 Agustus 2011

Saat Hidup, maka Hiduplah...

Adakah kau lihat langit sore kemarin. Menjingga merah... awan awan indah dengan pendar matahari,bahkan kulihat pelangi. Bukankah hidup begitu indah tuk disiasiakan.

Adakah kau rasakan hidup,seperti manusia. Tertawa saat memang harus tertawa,meringis saat tergores,tersenyum kala bahagia, menangis saat kesakitan... Bukankah manusia penuh rasa..

Kapan terakhir kali kau tertawa? Kapan terakhir kali kau tersenyum? Kapan terakhir kali kau menangis? Kapan terakhir kali kau marah pada keadaan? Kapan terakhir kali kau berterimakasih pada hidup dan kehidupan?

Merasa sangat hidup..dengan hari yang terus berputar,dengan ritme yang mungkin pasti.. terik,hujan,tenang,redup... semua hanya masalah waktu....

Dan haripun akan terus berputar...

Ulee Kareng,13 Ags 2011

Kamis, 11 Agustus 2011

Make A Jump

It seems like world doesn't belong to me these days. More miserable, more gloomy, more flame, more doubt, more suspect, more speculation lead every single day. I get stuck in a situation that I really don't like.
These days... I felt like being dumped, being misunderstood, being argued in some unlucky events.

Do I complain!? hm..yes..and no..
Yes, because I am a normal person. I still have what we call self-defense. I got ego, and that is why 'i' always written in capital word 'I'.
No, because I do realize I am just another drifter. I always try to find my way. And I do believe life is no life without troubles. No, because I know I also did mistakes (didn't I!?)_in certain situation.
What makes me really sick is that why people threat me like a stupid-insensitive-ugly-brown-duckling. Pretending that they like me, while in fact they 'scare' of me. Am I an OGRE!?

It getting worse when people judging me without even ASKING!? And they call themselves fellows!? What on earth is going on!? WHY??

I mean I was the one who got harmed by situation! But none even ask me if I am OK.

Spoiled!? Oh yeah...so what! If you just know Never-land,that is where I really want to live. Have you ever known why Peter-pan wants to stay kids!? Because growing up is terrifying. And grow up is sucks!

Let these days pass. I don't want to think bout that anymore, it is just like dust in the wind.

C'mon Mon
It's A jump start..
Make a difference
Be New

Selasa, 19 Juli 2011

MAu Kemana setelah ini?


KIta kadang terlalu menikmati hari-hari sampai lupa kemana sebenarnya arah dan tujuan hari-hari itu. Aku pribadipun demikian...

Saat ditanya kemana kau akan pergi untuk berlibur, maka pilihanku adalah yang terjauh dari semua pilihan yang ada, karena aku lebih menikmati perjalanan, bukan tujuan. Bagiku, berada diatas kendaraan, duduk menikamati setiap pemandangan diluar jendela mobil dengan mata telanjang, menghirup udara, merasakan angin dengan jari-jari yang kupunya, memejamkan mata menciumi bau jalanan... Itu semua lebih berharga daripada apa yg akan kutemui nanti di ujung jalan sana, tujuan perjalanan itu sendiri.

SAat dihadapi kenyataan bahwa aku tak bisa menentukan alur hidupku sendiri, maka kadang aku berharap terlahir tunggal saja. Aku punya hidupku sendiri, tak ada sesiapapun bisa hentikan langkahku. Namun, bukankah itu tidak bersyukur namanya!?

Kadangpun aku seperti di persimpangan dan aku sedang menghadap ke arah jalan yang benar-benar kumaui, benar-benar ingin kulalui... Namun orang-orang disekitarku menghentikan langkahku dan mengatakan itu bukan jalanku, setidaknya bukan sekarang. Dengan upaya mereka, memaksaku_yah...setidaknya aku benar2 merasa terpaksa, menuju jalan yang benar2 tidak ingin kulewati. MUak! hanya itukah yang tersisa.

Dulu saat2 perjuangan skripsi sedang kujalani, yang terpikir adalah, Cepat mon! cepat! begitu banyak kesempatan melanjutkan sekolah di luar, dan jangan sampai kamu melewatkannya untuk kesekian kalinya. Namun sekarang, saat ijazah telah di tangan, semua yang diharuskan akan kupenuhi (insyaAllah), lagi-lagi aku tak punya hak atas hidupku.

Mungkin memang begini hidup. Kita tak hidup untuk diri sendiri, banyak orang lain yang punya hak atas diri kita, tapi tetap egoku yang terdalam tak bisa terima. Oh Tuhan.... apa salahnya sekolah lagi!? setahun dua tahun apa salahnya!? tapi tetap aku yang harus mengerti....

Bekerja! aku sekarang bekerja... namun untuk jadi seperti yang mereka maui.... Tak mau rasanya, tapi harus. Dan mungkin aku harus melakukan hal yang paling kubenci sekalipun tuk membahagiakan mereka. MasyaAllah...semoga aku ikhlas dengan ini semua.

Lantas sekarang aku harus kemana? mau kemana? berdiri disana disisi jalan yg mereka mau, melangkah sekenanya, menginjak duri yang mungkin akan melukaiku, dalam... Atau kembali kejalan yang kumaui, berlari kencang, melawan waktu.... Setibanya diujung jalan, aku akan kembali.... Akan kukembali dan kulaui jalan yang kalian maui.... Bolehkah demikian!? Bolehkah hidupku aku saja yang putuskan!? bolehkah hidupku aku saja yang pusingkan!?