Selasa, 10 Maret 2015

Musim Semi dan Ungunya Jacarandah (Cerpen pertamaku)


“…. kuingin kembali bertegur sapa, kasih jangan biarkan… kini hatiku hampa. Sunyi sepi tanpa cinta”
(Afghan Syahreza, Kembali)

Musim gugur katanya, tapi panasnya benar-benar membakar tak ubahnya musim panas. Kerudung Mira sampai basah. Siang ini dia punya janji dengan seorang teman yang dikenal di sebuah grub jual beli mahasiswa kampusnya di Facebook. Tak ada cermin di kamarnya, dan kenalan tersebut menawarkan cermin dengan harga yang lumayan. Turun dari bus Mira bergegas berjalan kaki menuju rumah si kenalan yang tidak begitu jauh dari tempat pemberhentian bus. Setibanya di sana si pemilik rumah tak di tempat. Dia telah menguhubungi dan mengatakan pacarnya yang akan menyambut Mira. Sekitar sepuluh menit menunggu, si pacar datang dan menyerahkan Mira cermin tersebut. Lantas dia bertanya bagaimana Mira membawa pulang cermin yang lumayan besar tersebut. Jalan kaki, jawabnya. Toh tempatnya tidak begitu jauh. Si pacar pemilik cermin pun menawarkan diri mengantarkan Mira ke rumah, katanya sih sekalian jalan. Orang yang baik. Di sepanjang jalan mereka berbincang ringan, dia pun menjelaskan alasan pacarnya menjual semua barang. Pasangan ini  akan pindah ke Hongkong, tempat asal si wanita karena  sekolahnya disini telah selesai.

Ya.. sekolah selesai maka semua orang akan kembali ke tempat asal mereka. Sekolah selesai dan pulang adalah cita-cita semua mahasiswa internasional disini tentunya. Namun, sekali ini dalam hatinya Mira berandai untuk seseorang yang belakangan terus hadir di pikirnya. Lantas ia berharab. Seandainya sekolah tak selesai. Seandainya nasib berpihak pada Mira dan sekolah tersendat satu semester saja untuk pria itu. Jahat. Iya untuk dia. Satu semester lagi saja. Karena Mira rindu saat itu. Saat kebetulan-kebetulan kecil yang  justru membuat nya tersenyum tanpa sebab. Berharap dalam cemas.  
Sesampainya di depan rumah,.. garasi itu seolah menyimpan cerita yang hany Mira saja yang mengerti. Jelas saja, ini hanya kisah Mira sendiri saja.

Kecerobohan-kecerobohan kecil Mira yang sering kali konyol. Namun, tak jarang memalukan.
Siapa sangka salam sederhana dan sapaan sederhana. Terkadang hanya senyum saja.. Saat dimana mencuci dan menjemur bisa dilakukan tiga kali seminggu. Apa dia tau itu?
"Oh…Jacarandas. I miss you.. and  If I could turn back time.. I would ask him more.. talk more..", pikirnya.
Yang Mira lakukan justru menghindar. Mira terlalu malu. Terlalu malu tuk sekadar bertanya. Bahkan memulai bicara.

Pertemuan pertama adalah saat sangat mengejutkan sekaligus memalukan. Selama dua minggu pertama terus Mira “berbicara” dengan si biru milik pria itu, tanpa pernah tau pemiliknya seperti apa. Dengan bahasanya Mira, mengira dia yang di dalam rumah itu tak akan mengerti sepatahpun. Namun malam itu, saat siswa privat mengaji-Mira pulang. Dia disana. Menyapa dengan salamnya.. Salam yang selalu diucapkannya pada Mira saat berjumpa. “Assalamualaikum… awak ni barukah disini?”. Sisa memori saat itu masih terekam disini, di benak Mira. Di ingatannya..Terlalu jelas, saat Mira dan kedua teman serumahnya keluar mendengar pria itu bicara Melayu. Lantas sesudahnya, pintu mereka tutup dan saling memandang. Gelak tawa, menertawai kebodohan Mira saat terus mengajak si biru bicara. “Abang… sudah pulang?”, “Abang… antar kita..”. “Abang… kita lelah”. Sejak itu, selalu saja pria itu yang menegur Mira, menanyai kabar. Walau kadang cuma tersenyum. Mira terbiasa dengan itu. Namun tak pernah berani memulai.

Pertemuan terakhir itu.. di swalayan.. di saat troli mereka hampir bertabrakan.. tiga kali. Apa yang Mira lakukan? Merunduk, mundur dan memilih sembunyi di lorong makanan anjing. Toh dia tak mungkin kesini.

Jacaranda.. Seiring musim berganti, bunga-bunga itu gugur.. Mira pun pulang, ke tempat asalnya, rumah memanggil.. Tanpa pernah tau saat itulah terakhir kali beradu pandang, tak sengaja..
Mungkin nasib tak pernah berpihak padaku, pikirnya.

Si biru telah dijualnya. Kini tak ada kekhawatiran lagi, saat Mira harus menjemur di luar. Kalau-kalau pria itu tiba-tiba saja keluar. "Aku harus apa? Bicara apa?"

Musim telah berganti lagi kini. Semester ini pun berganti lagi. Tempat demi tempat baru telah
disinggahinya lagi. Musim dingin kini tiba, musim pertama saat Mira dan si biru berjumpa.
Semester baru dimulai lagi. Dan saat jacaranda bermekaran di musim semi selanjutnya. Saat itulah Mira bergelut dengan tugas-tugas akhir.. Di bawah Jacaranda itu… Saat Mira hendak merekam mekarnya Jacaranda. Disana, Mira melihatnya.. si biru yang selalu dirindukan. Sebut saja aku cengeng, pikirnya. Tapi gulir air matanya jatuh disana. Bersama Jacaranda yang berguguran.

Mira pun berbalik.. waktunyapun akan segera tiba, tuk segera pulang.. Tepat saat ia berbalik menghindari silau mentari  sore musim semi.. Disana.. berjalan mengarah padanya.. Tak akan ia lupa senyum itu. Terpaku dalam tegaknya. "Dia disini. Di hadapanku", batin Mira… 
“Assalamualaikum,.. awak. Awak apa kabar?”, 
Pria itu memulai lagi cerita yang sempat putus oleh jarak dan waktu. 


Fin