Selasa, 05 Januari 2016

Balada gadis kampung pencari "tuah" (pilot-episode)

pic from www.littleecofootprints.com
Di dataran tinggi Gayo... gadis kecil itu berlari-lari di tengah kebun jeruk yang tadinya membuatnya berdecak kagum. Dia membayangkan dirinya seperti anak-anak dalam buku cerita yang tinggal di kebun dengan buah-buah berwarna-warni. Di panjatinya salah satu pohon jeruk yang ditemuinya. Dasar anak kecil, begitu banyak berserakan di tanah yang jatuh bukan karena busuk, namun karena telah cukup ranum dan layak dimakan. Tapi dia tetap saja memanjati pohon itu, dia justru tertarik mengambil buah yang di pucuk pohon yang mesti digapainya dengan usaha yang lebih. Dia panjati pohon itu dengan cepat, tanpa sadar ada kawat di pohon yang terkena tangannya. Seketika, hentakan dari satu pohon terus bersambung dan menjalar sampai di ujung kawat itu tersambung, lonceng di ujung tali temali yang terbuat dari kawat itu mendering. Suara riuhnya lantas disambut gongongan anjing. Gadis kecil tersebut terhenyak, sedikit lagi ia menggapai, maka buah jeruk yang sedari tadi di lihatnya seharusnya sudah di tangannya. Namun, ia harus meloncat turun dari pohon itu secepat yang ia bisa. Ketakutan menyergapnya seketika karena sepupunya. Sepupunya sudah tidak ada lagi disana. Sepupunya meninggalkannya di sana di kebun jeruk entah siapa. "Daraaaa.... sini..cepat lari!!", suara dari seorang anak lelaki kecil yang muncul diantara rentetan pohon. Gadis kecil itu berlari mengikuti arah anak lelaki itu hilang sementara gonggongan anjing di belakangnya beserta suara seseorang, yang mungkin si pemilik kebun terus mendekat. Gadis kecil itu terus berlari terseok-seok. Sesekali tangan dan kakinya tergores cabang-cabang pohon yang tak beraturan. Terus Dara berlari mengikuti sepupunya. Pohon kopii... POhon kopi mulai terlihat. Dara tau benar seharusnya hanya di sekitar pohon-pohon kopi ini lah batas mereka berkeliaran. Bukan malah ke kebun jeruk di sebelahnya. Sedikit lagi pikir Dara. Sepupunya sudah hilang dari pandangannya. Mungkin sudah keluar dari kebun dan masuk ke daerah perumahan. Suara anjing dan pemiliknya pun sudah mulai saup terdengar. Terengah-engah.. "Kita selamat.." lirihnya pada sepupu yang sudah sedari tadi sampai disana. Sepupunya berdiri berpegangan pada drum tua penampung air sementara tangan satunya memegangi perut dan bahunya masih naik turun cepat karena masih tersengal kelelahan. Dara lantas berdiri mantap dan tersenyum lebar. Dia mulai terbahak.. "Jamil.. Kita selamat..hahhahahahahah". Jamil pun ikut tertawa.

Mereka pun mulai berlari ke dalam rumah. Makan siang sudah tersedia. Makan siang terkhir mereka di sana di siang yang dingin itu. Ya.. ini Tanah Gayo. Salah satu tempat indah di Aceh yang dataran tingginya membawa sejuk sepanjang tahun. Saat siang, maka suhu tidak akan sedingin malam. Dan malam nanti adalah malam terkahir Jamil dan Dara di sana. Mereka akan kembali ke Banda besok.

Malam itu, seperti 8 malam sebelumnya. Jamil terlelap lebih dulu. Sementara Dara masih terbangun. Mereka tidur ti atas kasur yang digelar di ruang tamu. Malam itu sangat dingin sehingga Dara ingin menangis. Jamil terus menarik bagian selimut ke arahnya. "Jamiiiiil.. sini.. bagi sikit lah selimutnya. Kak Dara kan dingin juga", bisiknya. Ia tak mau membangunkan kakak dan abang ipar mereka. Namun Jamil tak bergeming.

Dara menahan dingin. Ia masih punya kain sarungnya. Namun selimut yang sebagian besarnya dipakai Jamil sangat hangat. Dara berang, namun sedih karena kedinginan. Dara benci dingin. Sangat benci dingin. Dingin bisa membuatnya menangis tanpa sebab. Maka sisa malam yang dilakukan Dara hanya menatap atap seng yang tanpa langit-langit. Temaram lampu dari ruang tengah membantunya melihat titik embun yang menggantung di seng tersebut. Entah apa yang dipikirnya. Dia melihat Jamil sesekali.. setibanya di Banda nanti, mereka hanya akan bermain bersama sekitar 4 hari sebelum akhirnya Jamil kembali ke kampung halaman mereka di Aceh Selatan, daerah pesisir pantai yang hangat. Tak heran, Jamil pasti sangat kedinginan dan Dara sudah membayangkan rasa rindunya sesudah 4 hari itu. Alasan inilah yang membuat Dara berhenti menarik-narik selimut Jamil. Jamil pun kedinginan. Tak mengapa pikirnya.

Dan tiba-tiba dia teringat perkataan neneknya.. "Dara.. aneuk meutuah (anak yang diberkati). Jelajahilah sejauh apa kakimu menjelajah, tapi kau harus ingat. Saat kaki keluar dari pintu rumah ini, maka tak satu rumputpun boleh kau sakiti oleh langkahmu."
Kalimat itu terus terngiang di benak Dara sembari ia terbawa tidur. Dan satu kalimat terkahir yang dikatakan neneknya. "Jauh-jauhlah kamu melangkah.. Namun jangan kau lupa. Carilah "tuah" dan berkah"

Saat ia ingat kata "tuah", ia pun tersenyum dan masuk ke alam mimpinya. Tertidur ia dalam balutan dingin malam tanah Gayo yang menusuk. Besok pagi ia akan kembali ke Banda Aceh. Dan seperti dalam mimpinya, petualangan Gadis kampung ini pun dimulai.


Basa Aceh
entry 1. TUAH = keramat, berkah, keberkatan, selamat, ciuman
entry 2. BEUMEUTUAH = Semoga berkah, semoga selamat, semoga bahagia.