Kamis, 24 Januari 2013

Pilihan

Since when, we never feel that we’ve already got more than enough Since when, we think that we’re just okay and blaming others for their mistakes.. Kita berjalan pada jalan yang sama pada awalnya. Setengah berlari, setengah berjalan. Setengah memburu, maju, sementara yang lain diam. Sementara yang lain menoleh ke belakang, ingin kembali. Dan kita anggap itu pulang? Ada hari dimana aku berjalan, benar-benar berjalan dengan kaki-kakiku. Dengan penampilan yang tak ingin dikenali. Ada hari dimana aku merasakan angin kota ini sendirian, hanya aku. Merenungi sesuatu yang salah sedang terjadi. Bukan sesuatu, mungkin semua... Keresahan dan kekosongan menumpuki hati... tertimbun, tertimbun... kesakitan. Sesak oleh mauku... Tak ada yang benar-benar tahu, apakah inilah hidup yang benar-benar kita mau. Kadang kamupun tak tahu. Sesat di jalan-jalan yang kadang kamu pun tak kehendaki tuk lewati. Tapi beginilah hidup, hidupmu, hidupku, hidup kita. Tersingkirkan dari mereka yang merasa sudah mendapat yang mereka cari. Senyum kebahagiaan yang naif, dan pada lain waktu, mereka sama saja. Kita semua sama saja. Kita semua sama saja. Beban yang kita dapat terus menerus memberati hati, seolah bahagia hanyalah mimpi. Beban yang kadang kita buat sendiri. Saat orang dewasa mengatakan tuk terus bermimpi, kaupun bermimpi... lupa kadang mimpimu terlalu tingggi, menghempasmu jatuh... dalam kosong. Membuatmu takut tuk mencoba lagi. Menjadi seperti ini, menjadi seperti itu.. Kadang aku berpikir, aku harus berhenti melakukan semua ini. Menyisakan waktu hanya untukku. Untuk diriku saja. Berhenti mengajar, kukira adalah jalan keluar dari kepenatan dan beban. Tapi ternyata, aku semakin jatuh. Aku gagal. Guru jelas bukan akses yang cepat untuk mencapai apa yang mereka sebut gelimang harta. Jelas bukan cara untuk mendapatan prestise yang melejit bak bintang. Menjadi guru, kadang kau dilupakan, bahkan tanpa rasa terimakasih. Menjadi guru kadang kau harus merelakan hari-harimu, menjadi satu-satunya alasan bagi mereka, untuk sedikit saja merasa berarti. Atau malah sebaliknya, menjadi guru, berarti mengganti hari-harimu yang berharga dan menukarnya dengan kehancuran bagi mereka. Menjadi guru, artinya memilih, menjadi oase atau lubang hitam bagi anak-anak yang tersesat, merindukan pertolongan. 07032012, 2.03 am

Sabtu, 19 Januari 2013

aku dan ke.aku.an.ku

Terlibat dalam training pelatihan selama hampir 3 bulan ini telah memberikanku banyak sekali pelajaran. Dari semua pelajaran yang berharga yang kudapat,ternyata mengenal perbedaan karakter.lah yang sangat mengena. Ada beberapa tipe orang yang benar2 baru kudapati sekarang. Tipe2 yang kadang membuatku ternganga heran,mendecak kagum,dan ada yang bahkan membuatku terdiam.. Diluar itu semua,aku menghadapi keadaan2 dimana keegoisanku pribadi sangat kentara. Manusiawikah? Entahlah.. Mengejar,melakukan,memilih,memaksakan.. kadang semua ini terpaket sempurna dalam ambisi2 terpendam yang jauh2 hari kusadari,namun..pada akhirnya aku merasa terlalu rakus dalam hidup. Kurang memaknai momen2 yang justru di hadapan. Malah menjatuhi aku dan diriku,masalah2 yang sama sekali baru. Bukan jarang aku menampik ketaksanggupan,dan dengan pongahnya merasa bisa. Mereka bilang ini Percaya Diri. Bukan tak pernah aku mengacuhkan hujat cela dan lantas merasa akulah yang benar. Mereka bilang itu Pembelaan diri. Sering aku terisak karena lelah yang teramat sangat,namun menampik kenyataan bahwa sebenarnya ini adalah mauku. Ini adalah pilihanku. Namun, dengan alasan cengeng,lantas bersuara..aku toh manusia,silapku seperti bayanganku. Saat cahaya mendatangi,maka kesalahanpun membayangi,mencari celah. Aku toh manusia..biasa... begitu merasa bersalah,dengan mudahnya mengira kata maaf bisa selesaikan semua.. Aku toh manusia.. Yang tak pernah bisa ringan hati mengaku,kadang ke.aku.an.ku terlalu kentara..